Dara memang cantik, pantas saja banyak cowok yang mendekatinya. Tapi kenapa sampai sekarang dia masih belum punya pacar juga?
Mataku menerawang, menatap langit-langit kamar dengan perasaan resah. Wajah Dara, adik kelasku, selalu hadir dalam pikiranku. Ada sebuah rasa aneh yang mengalir dalam hatiku setiap berpapasan dengan Dara di sekolah. Rasa yang begitu memabukkan bagiku. Aku jatuh cinta …
Teringat percakapanku dengan Yoga, tadi siang di sekolah.
“Ngelamun aja, mikirin siapa sih, Dod?”
“Nggak ada kok.”
“Boong, lagi mikirin si Dara, kan? Udah, tembak aja tuh cewek. Ntar telat digaet cowok lain, baru tau rasa. Kamis depan dia ulang tahun, lho. Dateng aja ke rumahnya, kasih kado terus tembak dia. Beres, kan?”
“Kok tau sih tanggal ulang tahunnya si Dara? Naksir juga, ya?”
“Enak aja. Aku dapet info dari Tari, sahabatnya. Kalo aku sih lebih suka dengan si Tari, rumahnya deket dengan rumahku. Jadi tinggal jalan kaki aja kalau mau ke sana, irit ongkos.”
“Dasar, pelit itu namanya.”
“Biarin,” Yoga terbahak.
Ehmm, jadi minggu depan Dara ulang tahun. Mungkin benar kata Yoga, aku harus datang ke rumahnya dan menyatakan perasaanku padanya.
***
Sore di hari ulang tahun Dara, aku nekat pergi ke rumahnya. Jantungku berdebar dengan kerasnya, menunggu pintu rumah di buka setelah aku menekan bel. Langkah kaki terdengar dan sebentar kemudian Dara muncul dari balik pintu.
“Eh, Dodi. Ayo masuk.”
Kami duduk di ruang tamu. Sedikit rasa canggung menyelimuti hatiku.
“Tumben datang ke sini?”
“Iya… ehmm …hari ini ulang tahunmu, kan? Selamat ulang tahun, Dara.”
“Makasih. Tahu darimana kalau hari ini aku ulang tahun?”
“Dari Yoga. O’ya aku ada hadiah untukmu. Bukalah.”
Dara tersenyum menerima kado berpita merah itu dan membukanya perlahan. Begitu terbuka dan isi di dalamnya terlihat, Dara menjerit terkejut. Dicampakkannya kado itu ke lantai, badannya terlihat menggigil ketakutan.
“Kenapa kau, Dara? Kau tidak suka dengan kado yang kuberikan?”
“Tidak! Bawa pergi benda itu dari sini! Aku tak mau melihatnya lagi!”
Dara menjerit histeris dan mulai menangis.
“Aku takut dengan benda itu! Pergi! Pergiiiii!”
Aku kebingungan, niatku untuk menyatakan cinta kepada Dara, buyar sudah. Kuraih kado yang tergeletak di lantai dengan hati penuh tanya. Sebuah boneka yang cantik tersenyum menatapku.
***
Note : Pediophobia – Takut pada boneka
Word : 348
Ada yang sangat menarik di kalimat terakhirnya: “Sebuah boneka yang cantik tersenyum menatapku.” Entah kenapa membuat saya… bergidik.
🙂
jadi ingat Chucky ya???
😀
Iyap, bener banget 😀 Boneka yang hidup, yang bisa tersenyum, menatap, dan… *kabur*
Aaahhh, bonekanya itu memang sedang tersenyum lho 🙂
Senyum bahagia atau senyum mengerikan mba. 😀
Maksud hati baik, tapi yang terjadi justru sebaliknya…ternyata banyak bentuk ketakutan di dunia ini,ya?
iya, banyak macam2 phobia 🙂
Jadi ingat teman yang memang punya phobia ini, tapi masih terima bonekanya dari teman yang lain itu.
o’ya, ada temennya yg takut pada boneka juga?
Aku pernah liat temen yg phobia saat SMA dulu, takut pada kemoceng
takut pada kemoceng mba? itu takut karena bulu ayamnya ya?
wah itu aku nggak tau, cuma begitu liat kemoceng langsung nangis2 histeris
Gagal maning, gagal maning, *puk2 Dodi 😀
😀
oalah jadi phobia ya, kasihan gak jadi nembak ya
Iya phobia mbak, gagal rencana Dodi untuk nembak Dara 🙂
cewek yang malang… hehehe
iyaaaa, kasihan ..
duh, infonya kurang lengkap 🙁
info phobianya kurang lengkap ya mb.La 😀