Kamar itu telah kosong. Tak ada lagi tawa ceria seorang anak didalamnya. Hanya sederet boneka berjejer dalam kesunyian. Menatapku tajam seolah aku ini makhluk jahat yang patut disingkirkan.
Ranjang itu dingin membeku. Sebeku hatiku saat ini.
Fotomu tersenyum seakan mengejekku, menikam jantungku. Ada suatu benda yang tersembul di bawah bantal, berwarna biru, warna kesukaanmu.
Apa itu? Ah, sebuah diary . Kenapa aku tak pernah tau?
Gemetar tanganku membuka diary biru itu.
Diaryku… Tubuhku sakit sekali. Aku kan tak sengaja memecahkan piring kesayangan mama. Aku hanya ingin membuat roti bakar yang enak buat mama. Begitu mama bangun, aku ingin mama makan roti buatanku, agar mama bisa segar kembali. Kenapa mama marah? Kenapa mama memukulku demikian keras? Sakit sekali …
Kubuka lembar berikutnya.
Diaryku … mama marah lagi karena pigura fotonya pecah. Padahal aku hanya ingin menaruhnya dalam kamarku. Aku kangen mama, tapi mama sibuk sekali bekerja. Kalau foto itu kutaruh di kamar, setiap saat aku bisa memandang wajah mama. Kenapa mama tidak mengerti aku? Kenapa mama memukulku lagi?
Lembar berikutnya. Berikutnya lagi.
Air mata menetes membasahi wajahku yang beku. Hatiku semakin teriris sembilu.
Lembar terakhir.
Diaryku … hari ini mama ulang tahun. Aku akan membeli kue kecil buat mama di toko kue itu dengan uang tabunganku sendiri . Pasti mama senang. Letak toko itu ternyata jauh juga, aku mesti berjalan kaki agar uangku tidak berkurang. Ah… tapi kenapa mama malah melempar kue yang kubeli? Kenapa aku dipukul lagi? Kenapa aku dihukum tidak boleh makan? Padahal aku sudah lelah berjalan kaki, aku lapar, aku haus sekali. Kepalaku mulai pusing, tubuhku semakin lemas. Tolong aku diary … tolong …
Diary biru itu meluncur jatuh ke lantai.
“Tiidaaakkkkkkk!!!!” teriak ku pilu.
Tak ada yang mendengar teriakanku. Tidak juga dirimu. Karena dirimu sudah menyatu dengan alam, lebur menjadi debu.
***
– Andai waktu bisa diputar ulang, kan kupeluk erat tubuh mungilmu dengan cintaku. Agar kau tetap menjadi milikku, selamanya … –
Words : 315
Quote dari Abraham Lincoln :
“Seandainya saya memiliki waktu sepuluh jam untuk menebang pohon, saya akan melewatkan delapan jam pertama untuk mengasah kapak saya”
Hiks.. sedih sekalii 🙁
jadi inget ama anakku mba :'(, ga mau ah jadi mama kek gitu,
Hello challenger 😉
cerita yg menyentuh, pesannya lgsg sampai ke pembaca. Keep writing yaa 😉
bagus mba, tapi sedih ich…
@Tami @Astin : iya .. ceritanya sedih ini mbak 🙁
@Vee : aku juga nggak mau jd mama seperti itu. Idenya terinspirasi dari berita2 ttg kekerasan ortu kpd anaknya, kasihan banget.
penyesalan selalu di akhir 🙁
mau nangis…. ingat anak… 🙁