Cinta, sebuah perasaan yang kadang sulit untuk ditebak. Entah kenapa, aku bisa tertarik denganmu. Bukan, bukan karena kekayaanmu, karena aku bukan cewek yang gila harta. Senyum dan perhatianmulah yang mampu meluluhkan hatiku.
“Diah, kau tidak terpaksa mencintaiku, kan?”
“Tidak, aku mencintaimu dengan tulus.”
“Sungguh, kau mau menikah denganku?” tanyamu lagi dengan suara yang gemetar.
“Iya, aku mau. Kita pasti akan menjadi pasangan yang bahagia.”
“Ah, aku lelaki yang sungguh beruntung. Tapi ibumu tidak setuju dengan hubungan kita.”
“Ibu sayang aku. Pasti Ibu akan menuruti kemauanku.”
Kau tersenyum dan memelukku erat saat itu.
Cinta memang mengalahkan segalanya, ibu akhirnya tak berdaya dan menuruti kemauanku, meski dengan berat hati. Aku memang keras kepala, biarlah. Toh aku yang akan menjalani hidup baruku.
Dan malam ini adalah malam pertama di hari pernikahan kita, malam yang sangat diimpikan oleh seorang perawan sepertiku. Berkhayal merasakan anggur kenikmatan seperti dalam buku-buku. Tapi aku kecewa, kau hanya tersenyum, menciumku dan mengelus rambutku dengan lembut. Hanya itu, tak lebih. Bukan hanya di malam pertama, tapi di malam-malam selanjutnya.
Aku kecewa. Aku marah.
Marah pada diriku sendiri. Ah, kenapa aku dulu dibutakan oleh cinta? Kenapa aku tak menurut pada Ibu? Aku telah salah memilih, seharusnya cintaku tidak jatuh pada dirimu, seorang lelaki berumur 80 tahun yang lebih pantas menjadi kakekku.
***
Word : 209
Note : Pengembangan dari Fiksimini : SALAH TEMPAT. Cintaku melekat pada kakek berumur 80 tahun.
wuhuiii….ternyata oh ternyata
hahaha 😀