* Sketsa oleh Masya Ruhulessin *
Pagi ini cerah sekali. Langit berwarna biru terang. Sekelompok peri bermain bersama dan tertawa dengan riangnya. Tak jauh dari situ, seorang peri duduk sendiri dengan muka murung. Lily memang selalu dikucilkan oleh teman-temannya karena mempunyai wajah yang selalu sedih dan sering menangis tanpa sebab. Lily tak pernah mengerti kenapa sejak lahir dirinya mempunyai keanehan seperti itu. Lily sering menanyakan hal itu kepada Ratu Prisca, sang ratu peri.
“Ratu, kenapa hanya aku yang mempunyai keanehan seperti ini?”
“Lily, apapun keadaanmu, kau tidak boleh sedih. Setiap peri punya satu kekuatan istimewa dalam dirinya, tapi terkadang tak disadari. Kau harus menerima keadaanmu dengan hati bahagia.”
“Aku tidak ingin menangis, tetapi seringkali air mataku keluar tanpa sebab. Teman-teman selalu mengejekku sebagai peri cengeng, Ratu.”
“Sabarlah Lily, siapa tahu suatu saat keadaanmu akan berubah.”
“Iya, Ratu.”
Tiap hari Lily menunggu keajaiban terjadi pada dirinya, tapi keadaannya tak pernah berubah. Lily hanya bisa menatap iri pada teman-temannya yang sedang bermain bersama. Kali ini Lily memberanikan diri menyapa mereka.
“Teman-teman, bolehkah aku ikut bermain bersama kalian?”
“Tidak! Main saja sendiri. Kami tidak suka bermain dengan peri cengeng sepertimu.”
“Tapi itu bukan kemauanku, aku juga tak mengerti kenapa aku tiba-tiba menangis.”
“Nah, aneh bukan? Menjauhlah dari kami, nanti kami ikut-ikutan aneh sepertimu. Sana, pergi!”
Lily menjauh dengan hati sedih. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya tentang manusia di bumi.
Di istana peri ini aku tidak punya teman. Apakah manusia di bumi juga akan mengejekku? Ah, kenapa aku tidak turun saja ke bumi? Tapi jika aku berani turun ke bumi, aku tak akan bisa kembali ke istana peri ini lagi. Kata Ratu Prisca, setelah tiga jam di bumi, tubuh peri akan musnah.
Hati Lily mulai bimbang, sampai akhirnya dia membuat suatu keputusan.
***
Lily mengepakkan sayapnya yang indah, dari atas langit biru dilihatnya bukit dan rumah-rumah penduduk di bumi. Sampai akhirnya dia tiba di sebuah desa yang gersang. Pohon-pohon dan tanah terlihat kering. Wajah penduduk desa terlihat muram.
Kasihan sekali mereka. Aku harus berbuat sesuatu selagi aku bisa.
Mata Lily mulai mengerjap. Perlahan-lahan air mata mulai menetes membasahi wajahnya. Kali ini Lily tak berusaha menahan jatuhnya air mata, dibiarkannya bulir bening itu kian menderas tanpa henti. Lily merasakan sebuah sinar keluar dari tubuhnya dan tubuhnya berputar-putar dengan cepat. Air matanya jatuh membasahi bumi. Tiga jam berlalu, Lily merasakan tubuhnya mulai memanas. Cuping telinganya yang runcing perlahan mulai mengecil, sayapnya perlahan mulai luruh. Sebongkah kebahagiaan hadir di hati Lily, bibirnya kini mengulas senyum. Beberapa detik kemudian tubuh Lily mulai memudar dan akhirnya lenyap, meninggalkan seberkas sinar berwarna pelangi.
Sementara itu penduduk desa saling berpelukan dan berteriak kegirangan di tengah derasnya air yang mengguyur bumi.
“Hujannnn! Huujaaannn! Terima kasih, Tuhan.”
***
Word : 436
Aiiih manis sekaliiiii…. Masukin ke BDA aja nih. :))))
Cocok ya mak Isti?
Perlu edit2 lagi kayaknya klo dimasukin BDA 😀
Iya, jadi dongeng anak. Sweet banget
Iya mbak, lha kok jadinya seperti cerita anak ini …
Ow, hujan itu peri lily….
Ceritanya bagus, mak.
Yup, hujannya dari peri Lily 🙂
Sweet story mbaaaak
Makasih Orin, punyamu mana?
Kyaaa, endingnya manis banget. Saya belum bisa bikin cerita fantasi euy.
Aku juga masih kesulitan klo bikin cerita fantasi, masih perlu banyak belajar 🙂
Mbak bagus banget ini, kirimi ke kompas anak aja
Makasih kunjungannya ya. Aku nggak pernah kirim ke media, nggak ngerti prosedurnya mbak 🙂
wah keren mbak
Sketsamu keren-keren lho 🙂
cerita yang manis mbak
Makasih mbak, kebetulan ide yang nyangkut cuma ini 🙂
ayooo… kirim ke BDA 😆
Hihi, cocok jadi dongeng anak ya mak 🙂