Sketsa oleh Edmalia Rohmani
“Makan dulu, Ton.”
Tono menggeleng pelan.
“Kalo nggak makan, nggak bisa sembuh.”
Bapak mengangsurkan sesendok nasi dengan kuah soto yang dibeli di warung sebelah.
Mulut Tono tetap terkunci rapat. Bapak menghela napas kesal.
“Bandel sekali! Sakit ya harus makan biar cepat sembuh. Bapak sudah beli sop ayam, kamu nggak mau. Dibelikan soto juga nggak mau. Maumu apa coba? Kamu ini, menyusahkan Bapak saja!”
“Tono ingin makan bubur, Pak. Bubur seperti yang dulu sering dibuat Ibu kalo Tono sakit.”
Bapak terdiam, dipandanginya wajah anaknya yang berumur 10 tahun itu lama-lama. Tanpa mengucapkan kata-kata lagi, Bapak beranjak, pergi ke dapur.
Anakmu rupanya kangen dirimu, Bu. Sampai dia ingin makan bubur buatanmu.
Bapak mulai kebingungan di dapur, dia pernah melihat almarhum Ibu memasak bubur untuk Tono, tapi cuma sekilas. Jadi Bapak harus mengira sendiri takaran-takarannya.
Satu centong nasi sudah dimasukkan dalam panci berukuran sedang, ditambahkannya air satu gelas. Kemudian panci itu diletakkan di atas kompor dengan nyala api kecil. Terus diaduknya nasi dan air itu hingga tercampur rata dan mulai menjadi bubur. Sejumput garam ditambahkan dalam bubur. Setelah itu, didadarnya satu butir telur yang setelah matang diirisnya tipis-tipis dan ditaburkan di atas bubur.
Semangkuk bubur sederhana itupun dibawanya ke kamar Tono. Dirabanya dahi anaknya itu, masih terasa panas.
“Ton, Bapak buat bubur untuk kamu. Tentu tak seenak masakan Ibu, tapi kamu harus coba makan ya, biar sembuh.”
Tono menatap semangkuk bubur yang dipegang Bapak, mulutnya yang sedari tadi tertutup rapat kini membuka, ditelannya sesendok bubur yang diangsurkan Bapak.
“Enak, mirip buatan Ibu.”
Tono makan dengan lahap, tak berapa lama semangkuk bubur itu habis tak bersisa.
Bapak tersenyum, dipandangnya dahi Tono yang mulai berkeringat. Malam itu demam Tono berangsur turun.
***
Sepuluh tahun kemudian….
Tono menatap wajah Bapak yang pucat.
“Pak, ayo makan, nanti nggak bisa sembuh kalo nggak mau makan.”
Bapak menggelengkan kepalanya menolak makanan yang diberikan Tono.
“Ayo makan Pak, hari ini Bapak belum makan sama sekali. Besok Tono harus masuk kerja lagi, nggak bisa izin terus.”
Bapak diam saja. Tono menghela napas putus asa. Sudah sebulan ini Bapak sakit-sakitan, bahkan dua hari ini Bapak hanya tergolek di tempat tidur.
Tono mulai merasa lelah. Dipandangnya jam dinding di kamar itu. Sudah hampir pukul setengah satu malam.
Sekilas bayangan Ibu berkelebat di benaknya. Tono tersentak, tiba-tiba dia teringat dengan bubur buatan Ibu.
Ah, mungkin Bapak ingin makan bubur.
Bergegas dia masuk ke dapur dan membuat bubur, Setelah matang dibawanya bubur itu ke kamar Bapak.
“Pak, ayo makan. Tono membuat bubur untuk Bapak.”
Tono mengangsurkan sesendok bubur ke mulut Bapak. Kepala Bapak bergerak pelan, dicecapnya sedikit bubur itu, senyumnya mengembang.
“Ayo dihabiskan, Pak.”
Semangkuk bubur itu akhirnya habis juga.
Tono tertawa senang.
“Besok pagi Tono akan masak bubur lagi buat Bapak.”
Bapak diam, matanya kini terpejam.
“Tidur yang nyenyak ya, biar cepat sembuh. Pak… Pak… Bapaaakkk!!”
***
Word : 462
Untuk Pesta Fiksi #25Januari Monday Flashfiction
Happy birthday 3 th Monday Flashfiction 🙂
Hiks sedihnya Mbak..
Iya, sedih :'(
Hiks.. Sediih..
Mbak Leyla makasih sudah mampir 🙂
Apapun buatan ibu memang selalu enak bagi anak2nya… Jadi ikutan kangen makan bubur..
Iya, entah kenapa masakan Ibu itu rasanya selalu enak bagi anak-anaknya ya 🙂
sekarang bapak sudah bersama lagi dengan Ibu Ton. Happy bday Monday Flash Fiction
Makasih Lia 🙂
Kok ane ikut sedihh yahh –“
Lho, kok ikut-ikutan sedih.
huaaa…akhirnya sediiih mak 🙂
puk puk Mama Bo.
Kenapa akhirnya sedihhhh
Iya, kenapaa? Bapak sudah pingin ketemu Ibu.
Endingnya …plak, bapak kangen ibuk…
Betul Bu Prih. Bapak kangen Ibu.
wuaahhh, sedih bacanyaaa :(.. jd kgn mamaku juga….mba bisa nulis fiksi juga:)
Bisaaa *dikit2 😀
Huaah ending bikin sedih hiks
Iya, ending sedih.
nice article ! jadi terharu huhuhu
Makasih sudah mampir
apakah akhirnya si bapak menghadap sang Khalik mb?
Yup, bisa seperti itu 😀
aduhhh, malah bablassss ..!!!
Aduh kok malah inget iklan ya, bablas angine 😀
Bubur buatan ibu memang yang terenak di dunia ^^
Betul, apalagi kalo sedang sakit makan bubur buatan Ibu 🙂
Selalu saja Flashfictionnya keren banget makli 🙂
Banyak yang lebih keren lho 🙂
endingnya kadang nggak suka kalo gitu mbak 🙁
Maap, nggak suka sad ending ya mbak Dwi? 😀