Taman itu indah sekali. Rumput hijaunya bagai permadani. Bunga-bunga bermekaran menambah cantiknya taman itu. Dee duduk di bangku panjang yang ada dalam taman itu, menghirup udara sejuk di taman sambil membaca sebuah buku.
“Mama ..”
Dee mendongak, tersenyum mendapati sosok mungil berdiri di depannya.
“Sini sayang, duduk sama mama. Wah wanginya yang baru mandi ..” Dee memeluk Lis, anaknya yang baru berumur 6 tahun itu tampak cantik sekali.
” Ma .. bunganya sudah banyak yang mekar ya. Lis pingin dibuatkan kalung dari bunga melati, Lis suka wanginya,” Lis memandang Dee dengan bola matanya yang indah, ada kerlip bintang di mata itu.
“Tentu saja. Ayo kita rangkai bunga melati ini sama-sama ya .. “
Keduanya lalu asyik merangkai bunga itu sambil tertawa dan bercanda berdua …
“Wow … indah sekali. Lis suka sekali. Makasih ma … “
Lis memakai kalung dari untaian bunga melati itu di lehernya, berputar-putar gembira. Cantik sekali dengan pipi kemerahan terkena hangatnya sinar mentari.
Sedetik kemudian tangan-tangan mungil memeluk leher Dee dan kecupan kecil mendarat di pipi Dee. Terasa lembut dan hangat …
Tapi tiba-tiba tubuh Lis kemudian menjadi kabur dan hilang dari hadapannya …
Dee tersentak kaget, terbangun dengan peluh di wajahnya. Dipandangnya sekelilingnya…
Tempat tidur bersprei warna putih, bau obat, sesosok tubuh mungil kurus terbaring diam dengan selang infus di tangannya.
Aku bermimpi rupanya, bermain bersama Lis. Dee terisak pelan. Dielusnya lembut tangan mungil yang kurus itu. Dee memejamkan matanya dan berdoa dalam hati.
Tuhan, sudah cukup penderitaan anakku ini.
Leukimia sudah mengambil kebahagiaan gadis kecilku.
Sudah empat bulan dia harus berjuang melawan sakitnya ini, jangan tambah lagi penderitaannya.
Jika memang ini sudah waktunya anakku pergi, jemputlah dia Tuhan.
Biarlah dia bermain bersama papanya di taman bunga yang lebih indah.
Aku sudah ikhlas.
Aku akan duduk dalam tamanku
merangkai kalung dari untaian bunga melati kesukaannya
Sampai tiba waktunya nanti
Kami bertiga berkumpul bersama lagi.
Tapi ijinkan aku meminta satu permohonan. Sekali ini saja..
Sekali ini saja, biarkan aku melihat senyum anakku
Sekali ini saja, biarkan aku mendengar suara anakku memanggilku
Sekali ini saja, biarkan aku melihat tatapan mata anakku
Untuk terakhir kalinya …
Sekali ini saja Tuhan … sekali ini saja …
Dee terisak pilu, tiba-tiba isaknya terhenti ketika dirasakannya sebuah sentuhan lembut di tangannya..
“Mama …” sudah bertahun-tahun rasanya Dee tidak mendengar sapaan itu.
Masih tak percaya, Dee melihat senyum di bibir Lis yang pucat dan mata gadis kecilnya memandangnya dengan penuh cinta. Ada kerlip bintang di mata itu, meski hanya sekejap. Mata indah itu kembali tertutup. Selamanya.
Dee mencium aroma wangi melati di kamar itu …
Dee mencium aroma wangi melati di kamar itu …
Dee tersenyum bahagia dalam kesedihannya.
***
Word : 428
Flash Fiction ini disertakan dalam Giveaway BeraniCerita.com yang diselenggarakan oleh Mayya dan Miss Rochma.
Sedih banget mba :'(
sedih ya…
Mengharukan :'(
Sukses ya GAnya
hiks.. sedih 🙁
Tisuu..mana tisuu, sedihnya Mbak 🙁
bagus mbak, sedih bikin terharu T.T
sedih 🙁
menyentuh…
semoga menang ya mbak…
@ Evi @ Jiah Al Jafara @Nathalia @Niar @ Hana : Aku juga sedih .. *nangis bareng2 *
@ Vica @Sabda Awal : Amin.Makasih..
@ Helda : ini tissuenya makk *sodorin tissue*
Sedih banget bacanya.. Hikss..
bagus ceritanya, salam kenal ya mba…acungin jempol
merinding bacanya. sedih…. 🙁
@ The Other : hikss … hikss ..
@ Astin : Salam kenal juga mbak ..
@ Ilita : duh .. kok bisa merinding sih mbak?
indah indah 😀