Malam sudah mulai larut. Di keheningan malam itu, Nia duduk di lantai kamar dengan kertas-kertas putih berserakan di sekelilingnya. Diambilnya satu kertas itu dan mulai melipat-lipatnya menjadi sebentuk bunga yang indah. Diambilnya satu kertas lagi. Satu lagi. Satu lagi…
Ibulah yang pertama kali mengajarinya membuat bunga dari kertas dan ternyata tidak begitu sulit. Sekarang Nia sudah mahir membuat bunga-bunga dari kertas seperti ini.
Besok hari ulang tahun Ibu yang ke-45. Aku akan memberinya kejutan.
Nia tersenyum, dipandangnya onggokan bunga-bunga kertas putih di hadapannya. Tak dihiraukannya tubuhnya yang mulai pegal dan kakinya yang kesemutan.
“Empat puluh lima … akhirnya selesai juga. Ibu pasti senang dengan hadiah ini.”
Diambilnya sebuah kotak besar berwarna biru dengan hiasan pita putih disekelilingnya. Bunga-bunga kertas putih itu disusunnya dengan hati-hati di dalamnya. Kelegaan menghiasi hatinya, pun semua lelahnya menguap entah kemana. Nia kemudian merebahkan dirinya di kasur dan lelap dengan senyum di bibir.
Esok paginya, sambil membawa kotak besar berisi bunga-bunga kertas putih, Nia melangkah menuju kamar ibu, membukanya perlahan dan berjingkat masuk ke dalam kamar itu.
“Selamat ulang tahun, Ibu. Ini hadiah untukmu, bunga-bunga dari kertas putih yang pasti tak akan layu. Ibu senang, kan?”
Nia tak menyadari kalau Eyang mengintip diam-diam dari balik pintu kamar yang terbuka. Tangan keriput perempuan tua itu gemetar menyusut air yang membasahi sudut matanya.
“Nia, sudah 3 bulan berlalu. Kenapa kau masih tidak bisa menerima kenyataan kalau Ibumu sudah tiada?”
***
Word : 231
hiks….. sedih, mbak
iya, sedih ..
Haduh, hancur hati ku ,,,,…
Sedih
hancur, hancur hatiku .. *kok jadi inget lagunya Olga yaa..
Bagus, sayang ketebak endingny mba: (
Iya mb. Dian, cerita ini mudah ditebak endingnya..
huhuhu…mbokeee hiks hiks
lha kok nangis *pukpuk Fatika ..
Aku pikir Nia mengirim bunga2 itu ke kuburan..
haha nggak ke kuburan, di kamar sajalah 🙂
Hiks… sedih. Namanya Nia pula. Hehehehe…
Aduh, kok namanya sama, maap yaa, cuma fiksi kok 🙂
seperti biasa, gaya penceritaan mbak lianny ini rapih ^^. emang ketebak kalo ibunya pasti udah meninggal, tapi bener kata mbak Orin, kupikir itu akan dia bawa ke kuburan 🙂
Mestinya dibuat nggak meninggal ya, biar nggak ketebak endingnya 🙂
hiks belum bisa menerima kehilangan ya
betul mbak …
aduh…. sedih bener mak… 🙁
iyaa..
Iya kok sedih2 sih
hahaha mak Hana biasanya kan suka yang sedih2 ..
ibuuuu… 🙁
lha… nggak boleh mewek yaa ..
manis mbak. aku nebaknya sama dengan Orin 😀
ternyata banyak yg nebak bunganya dibawa ke kuburan ya mbak *di kamar ajalah, kejauhan klo di kuburan 😀
Belum bisa move on ya mb nianya…ngomong2 move on jd keingetan prompt mff tbaru…hihi
Iya bener, nggak usah nulis lagi buat prompt 43 mestinya yaa *digetok mimin 😀
Sedih ceritanya :((
iya mak Lusi …